Report Abuse

Blog berisi kumpulan produk hukum Indonesia.

Peraturan BKN No 4 Tahun 2020 Pedoman Kriteria Penetapan Kecelakaan Kerja, Cacat, dan Penyakit Akibat Kerja, serta Kriteria Penetapan Tewas bagi Pegawai ASN

Post a Comment

PERATURAN BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 4 TAHUN 2020

TENTANG

PEDOMAN KRITERIA PENETAPAN KECELAKAAN KERJA, CACAT, DAN PENYAKIT AKIBAT KERJA, SERTA  KRITERIA PENETAPAN TEWAS BAGI PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang  :

    a.  bahwa untuk menjamin efektivitas dan kelancaran peningkatan manfaat jaminan kecelakaan kerja dan jaminan  kematian  bagi  pegawai  Aparatur  Sipil  Negara atas perubahan manfaat yang akan diterima peserta maupun ahli waris peserta berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2017 tentang Perubahan atas   Peraturan   Pemerintah   Nomor   70   Tahun   2015 tentang   Jaminan   Kecelakaan   Kerja   dan   Jaminan Kematian bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara, perlu mengatur kriteria kecelakaan kerja, cacat, dan penyakit akibat kerja serta kriteria penetapan tewas;
    b.    bahwa  Peraturan  Kepala  Badan  Kepegawaian  Negara Nomor   5   Tahun   2016   tentang   Pedoman   Kriteria Penetapan Kecelakaan Kerja, Cacat, dan Penyakit Akibat Kerja   serta   Kriteria  Penetapan   Tewas   bagi  Pegawai  Aparatur   Sipil   Negara   sudah   tidak   sesuai   dengan perkembangan kebutuhan sehingga perlu diganti;
    c.  bahwa   berdasarkan   pertimbangan   sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Badan Kepegawaian Negara tentang Pedoman Kriteria Penetapan Kecelakaan Kerja, Cacat, dan Penyakit Akibat Kerja, serta Kriteria Penetapan Tewas bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara;



Mengingat      : 

  1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014  Nomor  6,  Tambahan  Lembaran  Negara  Republik Indonesia Nomor 5494);
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2015 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian bagi Pegawai   Aparatur   Sipil   Negara   (Lembaran   Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 7240), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2015 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 317, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6176);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6037) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai   Negeri   Sipil   (Lembaran   Negara   Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6477);
  4. Peraturan  Pemerintah  Nomor  49  Tahun  2018  tentang  Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (Lembaran   Negara   Republik   Indonesia   Tahun   2018  Nomor   224,   Tambahan   Lembaran   Negara   Republik  Indonesia Nomor 6264);
  5. Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2013 tentang Badan Kepegawaian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 128);
  6. Peraturan Badan Kepegawaian Negara Nomor 2 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Kepegawaian Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 189);


MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA TENTANG PEDOMAN KRITERIA PENETAPAN KECELAKAAN KERJA, CACAT, DAN PENYAKIT AKIBAT KERJA, SERTA KRITERIA PENETAPAN TEWAS BAGI PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Badan ini yang dimaksud dengan:

  1. Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai  ASN  adalah  pegawai  negeri  sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas Negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang- undangan.
  2. Pegawai  Negeri  Sipil  yang  selanjutnya  disingkat  PNS adalah Warga Negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintah.
  3. Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang selanjutnya disingkat PPPK adalah Warga Negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan   perjanjian   kerja   untuk   jangka   waktu tertentu  dalam  rangka  melaksanakan tugas pemerintahan.
  4. Jaminan  Kecelakaan  Kerja  yang  selanjutnya  disingkat JKK adalah perlindungan atas resiko kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja berupa perawatan, santunan, dan tunjangan cacat.
  5. Pengelola  Program  adalah  PT.  Dana  Tabungan  dan Asuransi Pegawai Negeri (Taspen) Persero.
  6. Peserta adalah Pegawai ASN yang menerima Gaji yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kecuali Pegawai ASN di lingkungan Kementerian Pertahanan dan Pegawai ASN di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
  7. Pejabat Pembina Kepegawaian yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang mempunyai kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai ASN dan pembinaan manajemen ASN di instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  8. Rumah adalah tempat tinggal yang dihuni Pegawai ASN atau  Pegawai  ASN  beserta  keluarganya,  atau  Pegawai ASN pada saat mendapat penugasan dari pejabat yang berwenang.
  9. Anak adalah anak kandung atau anak yang disahkan menjadi anak Peserta berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  10. Orang Tua adalah ayah kandung dan/atau ibu kandung dari peserta.
  11. Penyakit  Akibat  Kerja  adalah  penyakit  yang  diderita sebagai akibat langsung dari pelaksanaan tugas.
  12. Cacat  adalah  kelainan  fisik  dan/atau  mental  sebagai akibat  kecelakaan  kerja  yang  dapat  mengganggu  atau menjadi   rintangan   bagi   peserta   dalam   melakukan pekerjaan.
  13. Gaji  adalah  hak  yang  dibayarkan  dalam  bentuk  uang  kepada    Peserta    berdasarkan    ketentuan    peraturan perundang-undangan.
  14. Gaji  Terakhir  adalah  gaji  pokok  yang  diterima  oleh Peserta pada saat mengalami Kecelakaan kerja dan/atau Cacat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977   tentang   Peraturan   Gaji   Pegawai   Negeri   Sipil (Lembaran   Negara   Republik   Indonesia   Tahun   1977  Nomor   11,   Tambahan   Lembaran   Negara   Republik Indonesia Nomor 3098) beserta perubahannya.

Pasal 2

Ruang lingkup dalam Peraturan Badan ini terdiri atas:

a.  Kriteria  kecelakaan  kerja,  Cacat,  dan  Penyakit  Akibat Kerja;
b.  Manfaat dan besaran manfaat jaminan kecelakaan kerja;
c.  Pelaporan dan pengajuan pembayaran klaim manfaat jaminan kecelakaan kerja;
d.  Persyaratan  penetapan  kecelakaan  kerja,  Cacat,  dan Penyakit Akibat Kerja;
e.  Prosedur   penetapan   kecelakaan   kerja,   Cacat,   dan Penyakit Akibat Kerja;
f.  Kriteria tewas;
g. Manfaat dan besaran manfaat kecelakaan kerja yang mengakibatkan tewas;
h. Persyaratan penetapan tewas; dan
i.  Prosedur penetapan tewas.

BAB II
KRITERIA KECELAKAAN KERJA, CACAT, DAN PENYAKIT AKIBAT KERJA

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 3

(1)   Penetapan  Pegawai  ASN  yang  mengalami  kecelakaan kerja dilakukan oleh Pengelola Program.
(2)   Pengelola Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam   menetapkan   kecelakaan   kerja   harus   sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Badan ini
(3)   Dalam hal kecelakaan kerja mengakibatkan cacat total dan menurut tim penguji kesehatan tidak mampu bekerja kembali penetapan kecelakaan kerja dilakukan oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara.

Bagian Kedua

Kriteria Kecelakaan Kerja

Pasal 4

Pegawai  ASN  yang  ditetapkan  mengalami  kecelakaan  kerja harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a.    kecelakaan kerja dalam menjalankan tugas kewajiban;
b. kecelakaan kerja dalam keadaan lain yang ada hubungannya dengan dinas, sehingga kecelakaan itu disamakan dengan kecelakaan yang terjadi dalam menjalankan tugas kewajibannya;
c.   kecelakaan kerja karena perbuatan anasir yang tidak bertanggung   jawab   atau   sebagai   akibat   tindakan terhadap anasir itu dalam menjalankan tugas kewajibannya;
d.    kecelakaan kerja dalam perjalanan dari Rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya; dan
e.    kecelakaan  kerja  yang  menyebabkan  Penyakit  Akibat Kerja.

Pasal 5

Kecelakaan  kerja  dalam  menjalankan  tugas  kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a meliputi:
a.  kecelakaan kerja dalam menjalankan tugas jabatan dan/atau tugas kedinasan lainnya di lingkungan kerja pada waktu dan tempat yang dibenarkan; atau
b.  kecelakaan kerja dalam menjalankan tugas jabatan dan/atau tugas kedinasan lainnya di luar lingkungan kerja.

Pasal 6

(1) Kecelakaan kerja dalam menjalankan tugas jabatan dan/atau tugas kedinasan lainnya di lingkungan kerja pada waktu dan tempat yang dibenarkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dengan ketentuan sebagai berikut:
a.    pada saat melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan fungsi dan tugas yang tertuang dalam struktur organisasi dan tata kerja dan dalam jam kerja termasuk jam istirahat yang ditentukan;
b.    pada saat melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan fungsi dan tugas yang tertuang dalam struktur organisasi dan tata kerja, di luar jam kerja, dan diperintahkan secara tertulis oleh atasan/ pimpinan; atau
c.    pada  saat  melaksanakan  tugas  kedinasan lainnya yang diperintahkan secara tertulis oleh atasan/pimpinan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan.
(2)   Kecelakaan kerja dalam menjalankan tugas kewajibannya di lingkungan kerja pada waktu dan tempat yang dibenarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai contoh  kasus  yang  tercantum  dalam  Lampiran I  yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.

Pasal 7

(1) Kecelakaan kerja dalam menjalankan tugas jabatan dan/atau tugas kedinasan lainnya di luar lingkungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dengan ketentuan sebagai berikut:
a.    pada saat melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan fungsi dan tugas organisasi dan tata kerja, yang diperintahkan tertulis oleh atasan/pimpinan;
b.    pada  saat  melaksanakan  tugas  kedinasan lainnya yang diperintahkan secara tertulis oleh atasan/pimpinan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
c.    dalam  perjalanan  menuju  dan/atau  kembali  dari tempat tujuan sesuai dengan surat perintah/tugas kecuali  dalam  perjalanan  tersebut yang bersangkutan melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)   Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b atau huruf c dikecualikan apabila pelanggaran terhadap ketentuan  peraturan  perundang-undangan  tersebut hanya pelanggaran terhadap peraturan lalu lintas yang tidak mengakibatkan kecelakaan bagi orang lain.
(3)   Kecelakaan kerja dalam menjalankan tugas kewajibannya di  luar  lingkungan  kerja  sebagaimana  dimaksud  pada ayat (1), sesuai contoh kasus yang tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.

Pasal 8

(1) Kecelakaan kerja dalam keadaan lain yang ada hubungannya dengan dinas, sehingga kecelakaan itu disamakan dengan kecelakaan yang terjadi dalam menjalankan tugas kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b yaitu kecelakaan yang terjadi pada saat   melaksanakan   rangkaian   kegiatan   yang   ada hubungannya dengan tugas yang diperintahkan secara tertulis oleh Pimpinan.

(2)   Kecelakaan   kerja   dalam   keadaan   lain   yang   ada hubungannya dengan dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai contoh kasus yang tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.

Pasal 9

(1)  Kecelakaan kerja karena perbuatan anasir yang tidak bertanggung   jawab   atau   sebagai   akibat   tindakan terhadap anasir itu dalam menjalankan tugas kewajibannya  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  4 huruf c, apabila kecelakaan kerja tersebut terjadi karena perbuatan orang yang tidak bertanggung jawab atau sebagai akibat perbuatan dari Pegawai ASN dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan fungsi dan tugas yang tertuang dalam struktur organisasi dan tata kerja baik di dalam maupun di luar lingkungan kerja.

(2)   Kecelakaan  kerja  karena  perbuatan  anasir  yang  tidak  bertanggung   jawab   atau   sebagai   akibat   tindakan terhadap anasir itu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai contoh kasus yang tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.

Pasal 10

(1)   Kecelakaan kerja dalam perjalanan dari Rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya sebagaimana dimaksud dalam  Pasal  4  huruf  d  wajib  memenuhi  ketentuan sebagai berikut:
a.    memenuhi kriteria melalui jalan yang biasa dilalui dan wajar, kecuali terdapat penutupan, pengalihan lalu lintas, atau hambatan lain yang dapat dipertanggungjawabkan; dan
b.    tidak melanggar peraturan lalu lintas.
(2)   Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikecualikan apabila pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh Peserta tidak mengakibatkan kecelakaan bagi orang lain.
(3)   Kecelakaan kerja dalam perjalanan dari rumah menuju tempat  kerja  atau  sebaliknya  sebagaimana  dimaksud pada ayat (1), sesuai contoh kasus yang tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.


Pasal 11

(1)   Kecelakaan  kerja  yang  menyebabkan  Penyakit  Akibat Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e, apabila penyakit tersebut sebagai akibat langsung dari pekerjaan dan/atau lingkungan kerja, dengan ketentuan sebagai berikut:
a.    dinyatakan dengan surat keterangan dokter/dokter spesialis  yang  berkompeten  di  bidang  kesehatan kerja  sesuai  dengan  peraturan  perundang- undangan; dan
b.    Penyakit   Akibat   Kerja   bukan   disebabkan   oleh penyakit bawaan.
(2)  Kecelakaan kerja yang disebabkan menderita Penyakit Akibat Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai contoh kasus yang tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.

BAB III

MANFAAT DAN BESARAN MANFAAT JAMINAN KECELAKAAN KERJA

Bagian Kesatu

Manfaat Jaminan Kecelakaan kerja


Manfaat JKK meliputi:

a.    perawatan;
b.    santunan; dan
c.    tunjangan Cacat.

.............................



Pasal 13

(1)   Perawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a, diberikan sesuai kebutuhan medis yang meliputi:
a.    pemeriksaan dasar dan penunjang;
b.    perawatan tingkat pertama dan lanjutan;
c.    rawat  inap  kelas  1  rumah  sakit  pemerintah  dan rumah sakit swasta yang setara;
d.    perawatan intensif;
e.    penunjang diagnostik;
f.     pengobatan;
g.    pelayanan khusus;
h.    alat kesehatan dan implant;
i.     jasa dokter/medis;
j.     operasi;
k.    tranfusi darah; dan/atau
l.     rehabilitasi medik.

(2) Perawatan  sebagaimana  dimaksud  pada ayat (1) dilakukan secara berjenjang, yaitu mulai dari faskes pertama sampai dengan faskes lanjutan.
(3)   Apabila di faskes pertama tidak memiliki peralatan yang  memadai   untuk   perawatan   yang   diperlukan   maka Pegawai ASN tersebut dirujuk ke faskes lanjutan yaitu rumah sakit pemerintah, rumah sakit swasta, atau fasilitas perawatan terdekat.
(4)   Apabila di rumah sakit pemerintah, rumah sakit swasta, atau fasilitas perawatan terdekat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat dipenuhi, peserta dapat diberikan   perawatan   pada   rumah   sakit  lain  dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
(5)   Apabila di rumah sakit pemerintah, rumah sakit swasta, atau  fasilitas  perawatan  lain  sebagaimana  dimaksud pada ayat (4) tidak dapat dipenuhi, Peserta dapat diberikan perawatan pada rumah sakit luar negeri.
(6)   Perawatan    sebagaimana    dimaksud   pada   ayat   (1) dilakukan  berdasarkan  kebutuhan  medis  yang ditetapkan oleh dokter berupa surat keterangan dokter.
(7)   Perawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diberikan sampai dengan Peserta sembuh.

Paragraf 2

Santunan

Pasal 14

Santunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b, meliputi:
    a.    penggantian     biaya     pengangkutan     Peserta     yang mengalami kecelakaan kerja ke rumah sakit dan/atau ke Rumah  Peserta,  termasuk  biaya  pertolongan  pertama pada kecelakaan;
    b.    santunan sementara akibat kecelakaan kerja;
    c.    santunan  Cacat  sebagian  anatomis,  Cacat  sebagian fungsi, dan Cacat total tetap;
    d.    penggantian biaya rehabilitasi berupa alat bantu (orthese) dan/atau alat ganti (prothese) bagi Peserta yang anggota badannya hilang atau tidak berfungsi akibat kecelakaan kerja; dan
    e.    penggantian biaya gigi tiruan.

Paragraf 3

Tunjangan Cacat

Pasal 15

(1)   Tunjangan Cacat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c diberikan kepada Peserta dengan ketentuan sebagai berikut:
    a.  mengalami  Cacat  yang  disebabkan  karena kecelakaan kerja;
    b.  berdasarkan  rekomendasi  tim  penguji  kesehatan yang bersangkutan dinyatakan tidak mampu bekerja kembali dalam semua jabatan; dan
    c.  diberhentikan  dengan  hormat  sebagai  PNS  atau diputus hubungan perjanjian kerja dengan hormat sebagai PPPK.
(2)   Tunjangan Cacat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan   sejak    keputusan   pemberhentian   dengan hormat  sebagai  PNS  atau  pemutusan  hubungan perjanjian kerja sebagai PPPK karena Cacat sampai dengan Peserta meninggal dunia.

Bagian Kedua

Besaran Manfaat Jaminan Kecelakaan kerja

Pasal 16


Besaran Manfaat JKK yang berupa Santunan terdiri atas:

    a.    santunan kecelakaan kerja;
    b.    santunan sementara; dan
    c.    santunan Cacat.

Paragraf 1

Santunan Kecelakaan Kerja

Pasal 17

(1)   Besaran manfaat JKK yang berupa Santunan kecelakaan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a, diberikan   berupa   penggantian   biaya   pengangkutan Peserta yang mengalami kecelakan kerja ke rumah sakit dan/atau Rumah Peserta, termasuk biaya pertolongan pertama pada kecelakaan.
(2)   Santunan kecelakaan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan dengan ketentuan apabila menggunakan angkutan:
    a.    darat atau sungai atau danau diberikan paling besar  Rp1.300.000,00 (satu juta tiga ratus ribu rupiah);
    b.    laut  diberikan  paling  besar  Rp1.950.000,00  (satu juta sembilan ratus lima puluh ribu rupiah);
    c.    udara diberikan paling besar Rp3.250.000,00 (tiga juta dua ratus lima puluh ribu rupiah); atau
    d.    apabila  menggunakan  lebih  dari  satu  angkutan, maka diberikan biaya yang paling besar dari masing- masing angkutan yang digunakan.

(3)   Penggantian biaya pengangkutan sebagaimana dimaksud pada  ayat  (2)  bagi  yang  mengalami  kecelakan  kerja apabila menggunakan lebih dari satu angkutan, sesuai contoh kasus yang tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini


Paragraf 2

Santunan Sementara

Pasal 18

(1)   Besaran Manfaat JKK yang berupa Santunan sementara akibat  kecelakaan  kerja  sebagaimana  dimaksud dalam Pasal  16  huruf  b,  sebesar  100%  x  Gaji  Terakhir, diberikan   setiap   bulan   sampai   dengan   dinyatakan mampu bekerja kembali.
(2)   Santunan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat  (1), diberikan dengan ketentuan:
    a.    pada   bulan   berikutnya   sejak   dinyatakan   tidak mampu bekerja oleh tim penguji kesehatan; dan
    b.    paling   lama   setiap   6   (enam)   bulan   dilakukan  pemeriksaan kembali oleh tim penguji kesehatan.

(3)   Santunan     sementara     akibat     kecelakaan     kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihentikan apabila:
    a.    Peserta     dinyatakan     sudah     bekerja     kembali berdasarkan rekomendasi tim penguji kesehatan;
    b.  Peserta atas kemauan sendiri bekerja kembali dibuktikan dengan surat keterangan/pernyataan yang diketahui oleh pimpinan Unit Kerja;
    c.    Peserta meninggal dunia; atau
    d.    terbitnya keputusan pemberhentian sebagai ASN.

Paragraf 3

Santunan Cacat

Pasal 19

Besaran   Manfaat   JKK   yang   berupa   santunan   Cacat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf c terdiri atas:
    a.   santunan Cacat sebagian anatomis dibayarkan secara sekaligus (lumpsum) sebesar % sesuai Tabel x 80 x Gaji Terakhir.
    b.  santunan Cacat sebagian fungsi dibayarkan secara sekaligus  (lumpsum)  sebesar  penurunan  fungsi  x  % sesuai Tabel x 80 x Gaji Terakhir.
    c.    santunan Cacat total tetap dibayarkan secara sekaligus (lumpsum)  dan  secara  berkala  dengan  besarnya santunan sebagai berikut:
        1.    santunan  sekaligus  sebesar  70%  X  80  X  Gaji Terakhir;
        2.    santunan berkala sebesar Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) perbulan selama 24 (dua puluh empat) bulan.
    d.   dalam hal penerima santunan Cacat meninggal dunia sebelum berakhirnya pemberian santunan Cacat, maka santunan sebagaimana dimaksud pada huruf c angka 2. dihentikan dengan ketentuan:
1.    apabila meninggal dunia sebagai akibat dari Cacat yang   diderita   karena   kecelakaan   kerja   maka dinyatakan Tewas dan diberikan hak sesuai dengan
...............................

Paragraf 5

Tunjangan Cacat

Pasal 22

(1)  Besaran Manfaat JKK yang berupa Tunjangan Cacat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 diberikan berdasarkan persentase tertentu dari Gaji atas berkurangnya atau hilangnya fungsi organ tubuh.
(2) Tunjangan  Cacat  diberikan  setiap  bulan  dengan ketentuan sebagai berikut:
a.  70% (tujuh puluh persen) dari Gaji terakhir, apabila kehilangan fungsi:
     1.    penglihatan kedua belah mata;
     2.    pendengaran pada kedua belah telinga;
     3.    kedua belah kaki dari pangkal paha atau dari lutut ke bawah.
b.  50% (lima puluh persen) dari Gaji terakhir, apabila kehilangan fungsi:
     1.    lengan dari sendi bahu ke bawah; atau
     2.    kedua belah kaki dari mata kaki ke bawah.
c.  40% (empat puluh persen) dari Gaji terakhir, apabila kehilangan fungsi:
     1.    lengan dari atas siku ke bawah; atau
     2.    sebelah kaki dari pangkal paha.

d.  30% (tiga puluh persen) dari Gaji terakhir, apabila kehilangan fungsi:
     1.    penglihatan dari sebelah mata
     2.    pendengaran dari sebelah telinga
     3.    tangan  dari  atas  atau  dari  pergelangan  ke bawah; atau
     4.    sebelah kaki dari mata kaki ke bawah.

e.  30% (tiga puluh persen) sampai 70% (tujuh puluh persen) dari Gaji Terakhir menurut tingkat kecelakaan yang atas pertimbangan tim penguji kesehatan dapat dipersamakan dengan sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d, untuk kehilangan fungsi atas sebagian atau seluruh badan atau ingatan yang tidak termasuk pada huruf a sampai dengan huruf d.

(3)   Dalam   hal   terjadi   beberapa   Cacat,   maka   besarnya  tunjangan   Cacat   ditetapkan   dengan   menjumlahkan persentase dari tiap Cacat dengan ketentuan paling tinggi 100% dari Gaji terakhir.

(4)   Apabila terjadi beberapa Cacat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai contoh kasus yang tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.

BAB VII KRITERIA TEWAS

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 29

(1)   Penetapan tewas dilakukan oleh PPK.
(2)   PPK  dalam  menetapkan  tewas  sebagaimana  dimaksud pada ayat (1) harus sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Badan ini.
(3)   Penetapan tewas oleh PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar dalam memberikan santunan kematian kerja, uang duka tewas, biaya pemakaman, dan/atau bantuan beasiswa bagi ahli waris dari Pegawai ASN yang ditetapkan tewas.

Bagian Kedua

Kriteria Tewas

Pasal 30

Pegawai ASN yang ditetapkan tewas harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
    a.  meninggal    dunia    dalam    menjalankan    tugas kewajibannya;
    b.    meninggal dunia dalam keadaan yang ada hubungannya dengan dinas, sehingga kematiannya disamakan dengan meninggal  dunia  dalam  menjalankan tugas kewajibannya; atau
    c.   meninggal dunia karena perbuatan anasir yang tidak bertanggung jawab atau sebagai akibat terhadap anasir itu dalam menjalankan tugas kewajibannya.


Pasal 31

(1) Kriteria meninggal dunia dalam menjalankan tugas kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf a meliputi:
    a.   meninggal dunia sebagai akibat langsung dalam menjalankan tugas jabatan dan/atau tugas kedinasan lainnya di lingkungan kerja; atau
    b.  meninggal dunia sebagai akibat langsung dalam menjalankan tugas jabatan dan/atau kedinasan lainnya di luar lingkungan kerja.

(2)   Kriteria meninggal dunia sebagai akibat langsung dalam menjalankan tugas jabatan dan/atau tugas kedinasan lainnya di lingkungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi sebagai berikut:
    a.    pada saat melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan fungsi dan tugas jabatan yang tertuang di dalam struktur organisasi dan tata kerja dalam keadaan tertentu yang dapat dibenarkan;
    b.    pada saat melaksanakan tugas dan tanggung jawab jabatan di luar jam kerja berdasarkan perintah dari atasan/pimpinan secara tertulis;
    c.    pada saat melaksanakan tugas dan tanggung jawab jabatan mendapat serangan penyakit kemudian meninggal dunia di tempat; atau
   d.    pada saat melaksanakan tugas mendapat serangan penyakit kemudian langsung dibawa ke dokter/unit pelayanan kesehatan/rumah sakit dan meninggal dunia tidak lebih dari 24 (dua puluh empat) jam sejak kejadian.

(3) Pegawai ASN yang memenuhi kriteria tewas karena meninggal dunia sebagai akibat langsung dalam menjalankan tugas jabatan dan/atau tugas kedinasan lainnya di lingkungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai contoh kasus yang tercantum dalam Lampiran XI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.


Dokumen lengkap Peraturan Badan Kepegawaian Negara (BKN) No 4 Tahun 2020 Pedoman Kriteria Penetapan Kecelakaan Kerja, Cacat, dan Penyakit Akibat Kerja, serta Kriteria Penetapan Tewas bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara silakan unduh di link di bawah ini.


Related Posts

Post a Comment