Report Abuse

Blog berisi kumpulan produk hukum Indonesia.

Permenkes No 11 Tahun 2022 Tentang Pelayanan Kesehatan Penyakit Akibat Kerja

Post a Comment
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2022
TENTANG

PELAYANAN KESEHATAN PENYAKIT AKIBAT KERJA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang    : 
a.    bahwa  untuk  terlaksananya  pemenuhan  hak  setiap pekerja terhadap risiko gangguan kesehatan yang disebabkan oleh proses kerja, lingkungan kerja, dan perilaku kerja pekerja, diperlukan pelayanan kesehatan penyakit akibat kerja yang optimal;
b.    bahwa   dengan   ditetapkannya   Peraturan   Pemerintah Nomor   88   Tahun   2019   tentang   Kesehatan   Kerja, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2016 tentang   Penyelenggaraan   Pelayanan   Penyakit   Akibat Kerja perlu disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebutuhan hukum;
c.    bahwa      berdasarkan      pertimbangan      sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pelayanan Kesehatan Penyakit Akibat Kerja;


Mengingat      :  
  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang    Nomor    39    Tahun    2008    tentang kementerian    Negara    (Lembaran    Negara    Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun  2015  Nomor  157,  Tambahan  Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5714);
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2015 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian bagi Pegawai   Aparatur   Sipil   Negara   (Lembaran   Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5740);
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 88 Tahun 2019 tentang Kesehatan Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun  2019  Nomor  251,  Tambahan  Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6444);
  6. Peraturan  Presiden  Nomor  82  Tahun  2018  tentang Jaminan Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia  Tahun  2018  Nomor  165)  sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir   dengan   Peraturan Presiden Nomor   64   Tahun   2020   tentang  Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 130);
  7. Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2021 tentang Kementerian Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 83);
  8. Peraturan   Presiden   Nomor   7   Tahun   2019   tentang Penyakit   Akibat   Kerja   (Lembaran   Negara   Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 18);
  9. Peraturan  Menteri  Kesehatan  Nomor  5  Tahun  2022 tentang  Organisasi  dan  Tata  Kerja  Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 156);

Permenkes No 11 Tahun 2022 Tentang Pelayanan Kesehatan Penyakit Akibat Kerja

MEMUTUSKAN:

Menetapkan  :  PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PELAYANAN KESEHATAN PENYAKIT AKIBAT KERJA.

BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
  1. Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan/atau lingkungan kerja.
  2. Pekerja   adalah   setiap   orang   yang   bekerja   dengan menerima gaji, upah atau imbalan dalam bentuk lain.
  3. Fasilitas   Pelayanan   Kesehatan   adalah   suatu   alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
  4. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan
Pasal 2

Pengaturan   pelayanan   kesehatan   Penyakit   Akibat   Kerja bertujuan untuk:
a.    memberikan    acuan    dalam    pemberian    pelayanan kesehatan Penyakit Akibat Kerja yang bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan; dan
b.   memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi pemberi pelayanan kesehatan Penyakit Akibat Kerja, Pekerja yang mengalami Penyakit Akibat Kerja, pemberi kerja, dan penyelenggara jaminan dalam pemberian manfaat jaminan kecelakaan kerja, serta pemangku kepentingan terkait.

Pasal 3

(1)   Pelayanan kesehatan Penyakit Akibat Kerja merupakan bagian dari upaya kesehatan kerja yang ditujukan untuk mengobati penyakit, membatasi keparahan, memulihkan kesehatan dan mencegah kecacatan yang ditimbulkan oleh Penyakit Akibat Kerja serta tindak lanjut dalam rangka pengendalian Penyakit Akibat Kerja pada komunitas dan  kelompok  Pekerja  yang  memiliki risiko yang sama.
(2)   Pelayanan  kesehatan  Penyakit  Akibat  Kerja  diberikan pada Pekerja yang mengalami atau diduga mengalami penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan/atau lingkungan kerja.
(3)   Pelayanan kesehatan Penyakit Akibat Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan pada semua Pekerja baik sektor formal maupun informal, termasuk Aparatur Sipil Negara, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(4)   Penjaminan   terhadap   pelayanan   Kesehatan   Penyakit Akibat Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 4

Lingkup  pengaturan  pelayanan  kesehatan  Penyakit  Akibat Kerja meliputi:
a.    penegakkan diagnosis;
b.    tata laksana;
c.    rujukan;
d.    pencatatan dan pelaporan; dan
e.    surveilans.

BAB II PENEGAKAN DIAGNOSIS
Pasal 5

(1)   Penegakan diagnosis Penyakit Akibat Kerja dilaksanakan melalui kegiatan dengan pendekatan 7 (tujuh) langkah yang meliputi:
        a.    penentuan diagnosis klinis;
        b.    penentuan pajanan yang dialami Pekerja di tempat kerja;
        c.    penentuan   hubungan   antara   pajanan   dengan diagnosis klinis;
        d.    penentuan besarnya pajanan;
        e.    penentuan faktor individu yang berperan;
        f.     penentuan faktor lain di luar tempat kerja; dan
        g.    penentuan diagnosis Penyakit Akibat Kerja

(2)   Pendekatan  7  (tujuh)  langkah  sebagaimana  dimaksud pada  ayat  (1)  dilakukan  untuk  memastikan  seorang Pekerja mengalami Penyakit Akibat Kerja.

Pasal 6

Dalam proses penegakan diagnosis Penyakit Akibat Kerja dengan pendekatan 7 (tujuh) langkah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, ditetapkan 2 (dua) kategori yang termasuk dalam dugaan kasus Penyakit Akibat Kerja yang meliputi:
    a.    Penyakit Akibat Kerja yang spesifik pada jenis pekerjaan tertentu; dan
    b.    dugaan Penyakit Akibat Kerja.

Pasal 7

(1)   Penyakit Akibat Kerja yang spesifik pada jenis pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
        a.    penyakit memiliki penyebab yang jelas dan spesifik;
        b.    memiliki   hubungan   waktu   antara  pajanan  dan timbulnya penyakit yang jelas;
        c.    besar pajanan dapat diketahui/diakui secara umum; dan
        d.    pengaruh  faktor  individu  dan  faktor  lain  di  luar tempat kerja dapat disingkirkan dengan mudah

(2)   Penyakit Akibat Kerja yang spesifik pada jenis pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk gangguan    atau    penyakit    yang    disebabkan    oleh kecelakaan kerja.
(3)   Penyakit Akibat Kerja yang spesifik pada jenis pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Penyakit Akibat Kerja yang sudah ditetapkan daftar diagnosisnya dan langsung dapat ditegakkan di fasilitas kesehatan tingkat pertama dan fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan.
(4)   Penegakan diagnosis Penyakit Akibat Kerja yang spesifik  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh dokter atau dokter spesialis yang berkompeten di bidang kesehatan kerja sesuai dengan kewenangan masing- masing.
(5)   Daftar diagnosis Penyakit Akibat Kerja yang spesifik pada  jenis  pekerjaan  tertentu  sebagaimana  dimaksud  pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(6)   Daftar diagnosis Penyakit Akibat Kerja yang spesifik pada jenis  pekerjaan  tertentu  sebagaimana  dimaksud  pada ayat (3) ditetapkan berdasarkan jenis Penyakit Akibat Kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
(7)   Perubahan atas daftar diagnosis Penyakit Akibat Kerja yang spesifik pada jenis pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat ditetapkan melalui Keputusan Menteri.

Pasal 8

(1)  Dugaan Penyakit Akibat Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b merupakan penyakit yang diduga disebabkan oleh pekerjaan dan/atau lingkungan kerja.

(2)   Dugaan  Penyakit  Akibat  Kerja  sebagaimana  dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
    a.    penyakit memiliki satu atau lebih agen penyebab;
    b.    terdapat   beberapa   pajanan   tempat   kerja   yang kompleks sebagai penyebab penyakit;
    c. membutuhkan   kompetensi   khusus   untuk menginterpretasikan hubungan waktu dan besarnya pajanan  tempat  kerja  yang  dapat  menimbulkan
Penyakit Akibat Kerja;
    d. membutuhkan   kompetensi   khusus   untuk menginterpretasikan pengaruh  faktor  individu dan faktor lain di luar tempat kerja yang dapat menjadi perancu;
    e.    penyakit baru yang diduga Penyakit Akibat Kerja;
    f.  membutuhkan  peran  lintas  profesi  dalam menegakkan diagnosis Penyakit Akibat Kerja; dan/atau
    g.   adanya keraguan dan/atau ketidakpuasan pihak tertentu tentang diagnosis Penyakit Akibat Kerja.

(3)   Penegakan diagnosis Penyakit Akibat Kerja pada dugaan Penyakit Akibat Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh dokter spesialis yang berkompeten di bidang Penyakit Akibat Kerja sesuai dengan kewenangan masing-masing.
(4)   Penegakan diagnosis Penyakit Akibat Kerja pada dugaan Penyakit Akibat Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan.

BAB III TATA LAKSANA

Pasal 9

(1)   Tata  laksana  Penyakit  Akibat  Kerja  dilakukan  sesuai dengan kebutuhan medis, yang meliputi:
a.    tata laksana medis; dan
b.    tata laksana okupasi.

(2)   Tata laksana medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan penatalaksanaan penyakit yang berkaitan dengan aspek klinis.
(3)   Tata laksana okupasi sebagaimana dimaksud pada ayat  (1) huruf b merupakan penatalaksanaan penyakit yang berkaitan  dengan  aspek  penyebab  dan/atau  pajanan yang berasal dari pekerjaan dan/atau lingkungan kerja.
(4)   Tata laksana okupasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  huruf  b  terdiri  atas  tata  laksana  okupasi  pada individu dan tata laksana okupasi pada komunitas.
(5)   Tata   laksana   okupasi   pada   individu   sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi kegiatan yang ditujukan untuk pencegahan keparahan dan pencegahan kecacatan pada individu yang mengalami Penyakit Akibat Kerja.
(6) Tata laksana okupasi pada komunitas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi kegiatan yang ditujukan untuk pencegahan Penyakit Akibat Kerja pada kelompok Pekerja lain yang sejenis dan penemuan dini Penyakit Akibat Kerja pada kelompok Pekerja yang sejenis.


BAB IV RUJUKAN
Pasal 10

(1) Apabila Fasilitas Pelayanan Kesehatan tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan Penyakit Akibat Kerja sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan wajib merujuk ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan lain yang memiliki kompetensi sesuai sistem rujukan.
(2)  Sistem rujukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal.
(3)   Rujukan  pelayanan  kesehatan  sebagaimana  dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan indikasi medis dan kebutuhan medis pasien Penyakit Akibat Kerja.
(4)   Rujukan  pelayanan  kesehatan  sebagaimana  dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan mempertimbangkan kemudahan akses dari segi geografis, jarak tempuh, ketersediaan transportasi dan lintas batas dalam mendapatkan pelayanan kesehatan serta keselamatan pasien.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem rujukan dilaksanakan    sesuai    dengan    ketentuan    peraturan perundang-undangan.
..................................

BAB VIII KETENTUAN PENUTUP

Pasal 15

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Penyakit Akibat Kerja (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1750), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 16

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 6 April 2022

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BUDI G. SADIKIN



Related Posts

Post a Comment