PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015
TENTANG
PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN HARI TUA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 37 ayat (5) dan Pasal 38 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua;
Mengingat :
- Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN HARI TUA.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
- Jaminan Hari Tua yang selanjutnya disingkat JHT adalah manfaat uang tunai yang dibayarkan sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap.
- Pemberi Kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja atau penyelenggara negara yang memperkerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya.
- Peserta JHT yang selanjutnya disebut Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia yang telah membayar iuran.
- Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
- Iuran adalah sejumlah uang yang dibayar secara teratur oleh peserta dan pemberi kerja kepada BPJS Ketenagakerjaan.
- Upah adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada pekerja yang ditetapkan dan dibayar menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
- Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang selanjutnya disebut BPJS Ketenagakerjaan adalah badan hukum publik yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
- Kartu Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan adalah kartu tanda kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan yang memiliki nomor identitas tunggal yang berlaku untuk semua program jaminan sosial.
- Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan yang selanjutnya disebut Pengawas Ketenagakerjaan adalah pegawai negeri sipil yang diangkat dan ditugaskan dalam jabatan fungsional pengawas ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan.
BAB II
KEPESERTAAN DAN TATA CARA PENDAFTARAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 2
(1) Setiap Pemberi Kerja selain penyelenggara negara wajib mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya dalam program JHT kepada BPJS Ketenagakerjaan sesuai penahapan kepesertaan.
(2) Setiap orang yang bekerja wajib mendaftarkan dirinya dalam program JHT kepada BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 3
Penyelenggaraan program JHT bagi Peserta pada Pemberi Kerja penyelenggara negara diatur dalam Peraturan Pemerintah tersendiri.
Bagian Kedua
Kepesertaan
Pasal 4
(1) Peserta program JHT terdiri atas:
a. Peserta penerima Upah yang bekerja pada Pemberi Kerja selain penyelenggara negara; dan
b. Peserta bukan penerima Upah.
(2) Peserta penerima Upah yang bekerja pada Pemberi Kerja selain penyelenggara negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. Pekerja pada perusahaan;
b. Pekerja pada orang perseorangan; dan
c. orang asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.
(3) Peserta bukan penerima Upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. Pemberi Kerja;
b. Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri; dan
c. Pekerja yang tidak termasuk huruf b yang bukan menerima Upah.
Pasal 5
Dalam hal Pekerja penerima Upah yang bekerja pada Pemberi Kerja selain penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a bekerja pada beberapa perusahaan, Pemberi Kerja masing masing Perusahaan wajib mengikutsertakan Pekerjanya dalam program JHT sesuai penahapan kepesertaan.
Pasal 6
Dalam hal Pemberi Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a memiliki perusahaan lebih dari 1 (satu), Pemberi Kerja wajib ikut dalam program JHT pada setiap perusahaan.
Bagian Ketiga
Tata Cara Pendaftaran
Paragraf 1
Peserta Penerima Upah yang Bekerja pada Pemberi Kerja selain Penyelenggara Negara
Pasal 7
(1) Pemberi Kerja selain penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a wajib menyerahkan formulir pendaftaran yang telah diisi secara lengkap dan benar, meliputi data dirinya dan data Pekerja beserta anggota keluarganya kepada BPJS Ketenagakerjaan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak formulir pendaftaran diterima dari BPJS Ketenagakerjaan.
(2) BPJS Ketenagakerjaan wajib mengeluarkan nomor kepesertaan paling lama 1 (satu) hari kerja sejak formulir pendaftaran diterima secara lengkap dan benar serta Iuran pertama dibayar lunas kepada BPJS Ketenagakerjaan.
(3) Kepesertaan pada BPJS Ketenagakerjaan mulai berlaku sejak nomor kepesertaan dikeluarkan oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Pasal 8
(1) BPJS Ketenagakerjaan menerbitkan Kartu Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan bagi Pemberi Kerja selain penyelenggara negara dan seluruh Pekerjanya paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak formulir pendaftaran diterima secara lengkap dan benar serta Iuran pertama dibayar lunas kepada BPJS Ketenagakerjaan.
(2) Pemberi Kerja selain penyelenggara negara menyampaikan Kartu Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan kepada masing-masing Peserta paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak diterima dari BPJS Ketenagakerjaan.
....................................................
BAB III
BESARNYA IURAN DAN TATA CARA PEMBAYARAN
Bagian Kesatu
Besarnya Iuran JHT Bagi Peserta Penerima Upah Yang Bekerja Pada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara
Pasal 16
(1) Iuran JHT bagi Peserta penerima Upah yang bekerja pada Pemberi Kerja selain penyelenggara negara sebesar 5,7% (lima koma tujuh persen) dari Upah, dengan ketentuan:
a. 2% (dua persen) ditanggung oleh Pekerja; dan
b. 3,7% (tiga koma tujuh persen) ditanggung oleh Pemberi Kerja.
(2) Besarnya Iuran program JHT bagi Peserta penerima Upah yang bekerja pada Pemberi Kerja selain penyelenggara negara dilakukan evaluasi secara berkala paling lama 3 (tiga) tahun yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
(1) Upah yang dijadikan dasar pembayaran Iuran JHT bagi Peserta penerima Upah yang bekerja pada Pemberi Kerja selain penyelenggara negara adalah Upah sebulan.
(2) Upah sebulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Peserta yang bekerja pada Pemberi Kerja selain penyelenggara negara terdiri atas Upah pokok dan tunjangan tetap.
(3) Apabila Upah dibayarkan secara harian, Upah sebulan sebagai dasar pembayaran Iuran JHT dihitung dari Upah sehari dikalikan 25 (dua puluh lima).
(4) Apabila Upah dibayarkan secara borongan atau satuan hasil, Upah sebulan sebagai dasar pembayaran Iuran JHT dihitung dari Upah rata-rata 3 (tiga) bulan terakhir.
(5) Apabila pekerjaan tergantung pada keadaan cuaca yang Upahnya didasarkan pada Upah borongan, Upah sebulan sebagai dasar pembayaran Iuran JHT dihitung dari Upah rata-rata 12 (dua belas) bulan terakhir.
Bagian Kedua
Besarnya Iuran JHT Bagi Peserta Bukan Penerima Upah
Pasal 18
(1) Iuran JHT bagi Peserta bukan penerima Upah didasarkan pada jumlah nominal tertentu dari penghasilan Peserta yang ditetapkan dalam daftar sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
(2) Daftar Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih oleh Peserta sesuai penghasilan Peserta masing-masing.
(3) Besarnya Iuran program JHT bagi Peserta bukan penerima Upah dilakukan evaluasi secara berkala paling lama 3 (tiga) tahun yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IV
MANFAAT DAN TATA CARA PEMBAYARAN
Bagian Kesatu
Manfaat Jaminan Hari Tua
Pasal 22
(1) Manfaat JHT adalah berupa uang tunai yang dibayarkan apabila Peserta berusia 56 (lima puluh enam) tahun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap.
(3) Manfaat JHT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayar secara sekaligus.
(4) Dalam rangka mempersiapkan diri memasuki masa pensiun, pembayaran manfaat JHT sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan sebagian sampai batas tertentu apabila Peserta telah memiliki masa kepesertaan paling singkat 10 (sepuluh) tahun.
(5) Pengambilan manfaat JHT sampai batas tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling banyak 30% (tiga puluh persen) dari jumlah JHT, yang peruntukannya untuk kepemilikan rumah atau paling banyak 10% (sepuluh persen) untuk keperluan lain sesuai persiapan memasuki masa pensiun.
(6) Pengambilan manfaat JHT sebagaimana dimaksud pada ayat (5) hanya dapat dilakukan untuk 1 (satu) kali selama menjadi Peserta.
(7) BPJS Ketenagakerjaan wajib memberikan informasi kepada Peserta mengenai besarnya saldo JHT beserta hasil pengembangannya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
Pasal 23
(1) Apabila Peserta meninggal dunia, maka manfaat JHT diberikan kepada ahli waris yang sah.
(2) Ahli waris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. janda;
b. duda; atau
c. anak.
.......................
BAB VII PENANGANAN KELUHAN
Pasal 36
(1) Dalam hal Peserta tidak puas terhadap pelayanan program JHT yang diberikan oleh BPJS Ketenagakerjaan, Peserta dapat menyampaikan pengaduan kepada BPJS Ketenagakerjaan.
(2) Untuk menangani pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPJS Ketenagakerjaan membentuk unit pengendali mutu pelayanan dan penanganan pengaduan pada kantor wilayah dan/atau kantor cabang BPJS ketenagakerjaan.
(3) Dalam hal Peserta tidak puas terhadap penangangan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Peserta dapat menyampaikan pengaduan kepada instansi setempat yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan dan/atau Dewan Jaminan Sosial Nasional.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyampaian dan penanganan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan BPJS Ketenagakerjaan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyampaian dan penanganan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB VIII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 37
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2015.
........
Post a Comment
Post a Comment