Hal ini terwujud melalui kebijakan, sistem, dan program nasional dalam mencapai terwujudnya budaya keselamatan dan Kesehatan Kerja.Produktifitas kerjadapat terwujud apabila Pekerja berada dalam kondisi sehat dan bugar untuk bekerja serta merasa aman dan terlindungi sebelum, saat, dan setelah bekerja. Oleh karena itu, dalam rangka memberikan perlindungan kepada Pekerja dan setiap orang selain Pekerja yang berada di Tempat Kerja, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan masyarakat bertanggung jawab dalam penyelenggaraan Kesehatan Kerja melalui upaya pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, penanganan penyakit, dan pemulihan kesehatan, yang dilaksanakansesuai dengan standar Kesehatan Kerja.Materi pokok yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini yaitu mengenai standar Kesehatan Kerja yang wajib dipenuhi oleh Pengurus atau Pengelola Tempat Kerja dan Pemberi Kerja di semua Tempat Kerja, hal yang mendukungpenyelenggaraan Kesehatan Kerja, peran serta masyarakat, dan pembinaan dan pengawasan.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 88 TAHUN 2019
TENTANG
KESEHATAN KERJA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa kesehatan pekerja sebagai bagian dari kesehatan masyarakat perlu mendapat perhatian dan
pelindungan agar pekerja sehat dan produktif sehingga mendukung pembangunan bangsa;
b. bahwa dalam rangka memberikan pelindungan bagi pekerja agar sehat, selamat, dan produktif perlu dilakukan upaya kesehatan kerja yang merupakan bagian dari keselamatan dan kesehatan kerja secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 164 ayat (5) UndangUndang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Kesehatan Kerja;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KESEHATAN KERJA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Kesehatan Kerja adalah upaya yang ditujukan untuk
melindungi setiap orang yang berada di Tempat Kerja
agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan
kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan dari
pekerjaan.
2. Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang
disebabkan oleh pekerjaan dan/atau lingkungan kerja.
3. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat
dan/atau tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik
promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang
dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah,
dan/atau masyarakat.
4. Tempat Kerja adalah tiap ruangan atau lapangan,
tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, letak
pekerja bekerja, atau yang sering dimasuki pekerja
untuk keperluan suatu usaha dan terdapat sumber
bahaya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
5. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia
yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden
dan menteri sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang
Dasar
Negara
Republik
Indonesia
Tahun
1945.
6. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang
memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah otonom.
7. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang
mengabdikan dirinya dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis
tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan
upaya kesehatan.
8. Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan
menerima gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain.
9. Pengurus atau Pengelola Tempat Kerja adalah orang
yang mempunyai tugas memimpin langsung sesuatu
Tempat Kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri.
10. Pemberi Kerja adalah orang perseorangan, pengusaha,
badan hukum, atau badan lainnya yang
mempekerjakan tenaga kerja atau penyelenggara
negara yang mempekerjakan Aparatur Sipil Negara,
Prajurit Tentara Nasional Indonesia, Anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan
membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk
lainnya.
BAB II
PENYELENGGARAAN KESEHATAN KERJA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 2
(1) Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan
masyarakat bertanggung jawab dalam
penyelenggaraan Kesehatan Kerja secara terpadu,
menyeluruh, dan berkesinambungan.
(2) Penyelenggaraan Kesehatan Kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi upaya:
a. pencegahan penyakit;
b. peningkatan kesehatan;
c. penanganan penyakit; dan
d. pemulihan kesehatan.
(3) Upaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan sesuai dengan standar Kesehatan Kerja.
(4) Standar Kesehatan Kerja sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dilaksanakan dengan memperhatikan Sistem
Kesehatan Nasional dan kebijakan keselamatan dan
Kesehatan Kerja nasional sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 3
(1) Penyelenggaraan Kesehatan Kerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ditujukan kepada setiap
orang yang berada di Tempat Kerja.
(2) Penyelenggaraan Kesehatan Kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib dipenuhi oleh Pengurus
atau Pengelola Tempat Kerja dan Pemberi Kerja di
semua Tempat Kerja.
Bagian Kedua
Standar Kesehatan Kerja
Pasal 4
Standar Kesehatan Kerja dalam upaya pencegahan
penyakit meliputi:
a. identifikasi, penilaian, dan pengendalian potensi bahaya
kesehatan;
b. pemenuhan persyaratan kesehatan lingkungan kerja;
c. pelindungan kesehatan reproduksi;
d. pemeriksaan kesehatan;
e. penilaian kelaikan bekerja;
f. pemberian imunisasi dan/atau profilaksis bagi Pekerja
berisiko tinggi;
g. pelaksanaan kewaspadaan standar; dan
h. surveilans Kesehatan Kerja.
Pasal 5
Standar Kesehatan Kerja dalam upaya peningkatan
kesehatan meliputi:
a. peningkatan pengetahuan kesehatan;
b. pembudayaan perilaku hidup bersih dan sehat;
c. pembudayaan keselamatan dan Kesehatan Kerja di
Tempat Kerja;
d. penerapan gizi kerja; dan
e. peningkatan kesehatan fisik dan mental.
Pasal 6
(1) Standar Kesehatan Kerja dalam upaya penanganan
penyakit meliputi:
a. pertolongan pertama pada cedera dan sakit yang
terjadi di Tempat Kerja;
b. diagnosis dan tata laksana penyakit; dan
c. penanganan kasus kegawatdaruratan medik
dan/atau rujukan.
(2) Pertolongan pertama pada cedera dan sakit yang
terjadi di Tempat Kerja sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a wajib dilaksanakan di Tempat Kerja.
(3) Diagnosis dan tata laksana penyakit sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan terhadap
Penyakit Akibat Kerja dan bukan Penyakit Akibat
Kerja, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(4) Penanganan kasus kegawatdaruratan medik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi
penanganan lanjutan setelah pertolongan pertama
terhadap cedera, kasus keracunan, dan gangguan
kesehatan lainnya yang memerlukan tindakan segera,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(5) Rujukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(6) Jika dalam diagnosis dan tata laksana Penyakit Akibat
Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditemukan
kecacatan, dilakukan penilaian kecacatan.
(7) Hasil penilaian kecacatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (6) digunakan sebagai pertimbangan untuk
mendapatkan jaminan kecelakaan kerja sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 7
(1) Standar Kesehatan Kerja dalam upaya pemulihan
kesehatan meliputi:
a. pemulihan medis; dan
b. pemulihan kerja.
(2) Pemulihan medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan medis.
(3) Pemulihan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dilaksanakan melalui program kembali
bekerja.
Pasal 8
(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar Kesehatan
Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai
dengan Pasal 7 diatur dengan:
a. Peraturan Menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang kesehatan, untuk
standar Kesehatan Kerja yang bersifat teknis
kesehatan; dan
b. Peraturan Menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan,
untuk penerapan standar Kesehatan Kerja bagi
Pekerja di perusahaan.
(2) Penerapan standar Kesehatan Kerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 7 dapat
dikembangkan oleh kementerian/lembaga terkait
sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik bidang
masing-masing.
Bagian Ketiga
Dukungan Penyelenggaraan Kesehatan Kerja
Pasal 9
Penyelenggaraan Kesehatan Kerja harus didukung oleh:
a. sumber daya manusia;
b. Fasilitas Pelayanan Kesehatan;
c. peralatan Kesehatan Kerja; dan
d. pencatatan dan pelaporan.
Pasal 10
(1) Sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 huruf a terdiri atas Tenaga Kesehatan dan
tenaga nonkesehatan.
(2) Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) wajib memiliki kompetensi di bidang kedokteran
kerja atau Kesehatan Kerja yang diperoleh melalui
pendidikan dan/atau pelatihan.
(3) Pendidikan di bidang kedokteran kerja atau Kesehatan
Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Pelatihan di bidang kedokteran kerja atau Kesehatan
Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, dan/atau masyarakat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Pelatihan di bidang kedokteran kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) ditujukan khusus bagi dokter
yang harus memuat materi mengenai diagnosis
Penyakit Akibat Kerja dan penetapan kelaikan kerja
dan program kembali kerja.
(6) Pelatihan di bidang Kesehatan Kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) paling sedikit meliputi
pelatihan Kesehatan Kerja atau higiene perusahaan
keselamatan dan Kesehatan Kerja.
(7) Pelatihan Kesehatan Kerja atau higiene perusahaan
keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) dapat dikembangkan sesuai
dengan kebutuhan pelayanan Pekerja dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pasal 11
Pelatihan kedokteran kerja, Kesehatan Kerja atau higiene
perusahaan keselamatan dan Kesehatan Kerja dikecualikan
bagi Tenaga Kesehatan yang telah memiliki kompetensi
yang diperoleh melalui pendidikan formal di bidang
kedokteran kerja atau Kesehatan Kerja.
Pasal 12
(1) Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf b dapat berbentuk Fasilitas
Pelayanan Kesehatan tingkat pertama atau Fasilitas
Pelayanan Kesehatan tingkat lanjutan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Penyediaan Fasilitas Pelayanan Kesehatan dapat
dilaksanakan melalui kerja sama dengan pihak lain.
(3) Jika penyelenggaraan Kesehatan Kerja di Tempat Kerja
melakukan upaya penanganan penyakit dan
pemulihan kesehatan maka di Tempat Kerja harus
tersedia Fasilitas Pelayanan Kesehatan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 13
Peralatan Kesehatan Kerja sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 huruf c merupakan peralatan untuk pengukuran,
pemeriksaan, dan peralatan lainnya termasuk alat
pelindung diri sesuai dengan faktor risiko/bahaya
keselamatan dan Kesehatan Kerja di Tempat Kerja.
Pasal 14
(1) Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf d dilaksanakan oleh Pemberi
Kerja, Pengurus atau Pengelola Tempat Kerja,
dan/atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
(2) Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disampaikan secara berjenjang kepada
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam
rangka surveilans Kesehatan Kerja.
(3) Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB III
PENDANAAN
Pasal 15
Pendanaan penyelenggaraan Kesehatan Kerja dapat
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara,
anggaran pendapatan dan belanja daerah, masyarakat,
atau sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB IV
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 16
(1) Masyarakat berperan serta dalam pelaksanaan
Kesehatan Kerja untuk mewujudkan derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya.
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dilaksanakan melalui:
a. perencanaan, pelaksanaan, pemantauan,
penilaian, dan pengawasan;
b. pemberian bantuan sarana, tenaga ahli, dan
finansial;
c. dukungan kegiatan penelitian dan pengembangan
Kesehatan Kerja;
d. pemberian bimbingan dan penyuluhan serta
penyebarluasan informasi; dan
e. sumbangan pemikiran dan pertimbangan
berkenaan dengan penentuan kebijakan dan/atau
pelaksanaan Kesehatan Kerja.
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Pembinaan
Pasal 17
(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melakukan
pembinaan terhadap penyelenggaraan Kesehatan
Kerja.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan terhadap aspek pemenuhan standar
Kesehatan Kerja.
(3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui:
a. advokasi dan sosialisasi;
b. bimbingan teknis; dan
c. pemberdayaan masyarakat.
(4) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
melibatkan pemangku kepentingan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 18
Dalam rangka pembinaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat
memberikan penghargaan kepada orang, lembaga,
Pengurus atau Pengelola Tempat Kerja, atau Pemberi Kerja
yang telah berjasa dalam setiap kegiatan untuk
mewujudkan tujuan Kesehatan Kerja sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 19
(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melakukan
pengawasan terhadap penyelenggaraan Kesehatan
Kerja.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan terhadap aspek pemenuhan standar
Kesehatan Kerja.
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilakukan oleh tenaga yang memiliki fungsi
pengawasan di bidang ketenagakerjaan atau tenaga
yang memiliki fungsi pengawasan di bidang kesehatan,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua
ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai Kesehatan Kerja dinyatakan tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan
Pemerintah ini.
Pasal 21
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 26 Desember 2019
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 26 Desember 2019
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
YASONNA H. LAOLY
ttd
JOKO WIDODO
Post a Comment
Post a Comment